Wednesday, February 17, 2016

Antara Sinetron, Sineas, Audiens dan Pengawas






Hello all, 

Sudah lama sekali aku ga nulis blog, ini tulisan perdana di 2016 ini  Seperti yang diketahui sekarang aku alias Bu Devi sedang shooting kejar tayang sinetron Anak Jalanan. Syukur Alhamdulilah sinetron ini memiliki rating yang cukup tinggi, bahkan lebih tinggi dari rata-rata sinetron unggulan lain maupun acara olahraga sekalipun. Terima kasih atas semua support yang sudah diberikan ke Anak Jalanan.

Pertama aku mau bicara tentang Sinetron, 90% sinetron di Indonesia ini dibuat untuk memenuhi selera orang Indonesia pada umumnya, klise-klisenya sinetron pada umumnya mungkin kalian sudah pada tau bagaimana itu. Sineas sudah mencoba untuk membuat sinetron yang lain daripada yang lain, tetapi karena "selera" itu akhirnya ratingnya turun dan akhirnya di'bungkus' alias distop penayangannya, akhirnya balik lagi ke sinetron-sinetron typical yang menurutku pribadi membosankan dan tidak mendidik.

Kedua, rating tinggi berarti cashflow yang tinggi; jika suatu sinetron memiliki rating yang tinggi, otomatis pemasang iklan akan antri untuk pasang iklan di sinetron tersebut. Untuk bisa memiliki rating yang tinggi, cerita sinetron itu harus menarik bagi audiens, pemain-pemain sinetronnya juga harus digemari dan tentunya berkualitas; nah untuk ini tentu biaya produksi yang dikeluarkan tidak akan sedikit, seperti pepatah lama "Ada barang, ada harga":D jadi seperti suatu lingkaran yang ga putus-putus ini korelasinya. Banyak sinetron yang ratingnya tinggi tapi isi ceritanya "garbage", tapi karena audiens suka ya tetep tinggi, ada yang sinetron ceritanya bagus tapi karena audiens ga suka, akhirnya stop penayangannya. Jadi memproduksi suatu sinetron itu sangat beresiko; tapi apa sih yang ga ada resikonya sekarang, ya ga?

Ketiga, pengawas; kenapa pengawas? Pengawas ya mengawasi dan meregulasikan suatu tayangan apakah itu sesuai atau tidak? Objektivitas sangat penting bagi pengawas; fair opinion dan fair judgement itu sangat mutlak diperlukan.  Jika suatu badan pengawas bisa dipengaruhi untuk menjadi subjektif, maka ya ga ada gunanya mengawasi kalau begitu. Dan pengawas mungkin tidak bisa 100% mengawasi sendiri, tetap ada masukan dari kiri kanan yang kadang kala mempengaruhi pengawas itu untuk menjadi subjektif atau objektif.

Mungkin aku dianggap subjektif dalam hal ini sebab aku adalah bagian dari sinetron Anak Jalanan, tapi coba deh, kita buat suatu checklist, checklist ini aku copy paste dari media social, kalian beri nilai sendiri deh coba
1. Pacaran di Anak Jalanan Vulgar Ya/Tidak
2. Anak Jalanan kebut-kebutan dan melanggar lalu lintas Ya/Tidak
3. Solat Lima Waktu di Anak Jalanan adakah? Ya/Tidak
4. Hubungan dalam keluarga dalam Anak Jalanan itu jelek Ya/Tidak
5. Nilai-nilai Persahabatan diajarkan dalam Anak Jalanan Ya/Tidak

Minimal itu coba dijawab dulu, kita ga perlu membandingkan dengan produksi-produksi lainnya. Sama halnya jika mau lebih baik kita harus melihat diri kita sendiri dulu.  Semakin tinggi kita mendaki, semakin kencang angin yang menerpa ya ga? 

Anyway, selama crew Anak Jalanan tetap solid, aku yakin Anak Jalanan tetap bisa memberikan yang terbaik untuk audiensnya tanpa harus menjadi sinetron-sinetron pada umumnya.


Atau bisa juga di fb KPI :
Komisi penyiaran Indonesia pusat 

Or twitter : @KPI_Pusat


Peace All

Mezty Mez